Sabtu, 10 November 2012

askep jiwa pada anak dan remaja


Bab I
Pendahuluan
A.    Latar Belakang
Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanak dan masa dewasa, berlangsung antara usia 10 sampai 19 tahun. Masa remaja terdiri dari masa remaja awal ( 10-14 tahun ), masa remaja penengahan ( 14-17 tahun ) dan masa remaja akhir ( 17-19 tahun ).
Pada masa remaja, banyak terjadi perubahan baik biologis, psikologis maupun social. Tetapi umumnya proses pematangan fisik terjadi lebih cepat dari proses pematangan kejiwaan (psikolososial). Seorang remaja tidak lagi dapat disebut sebagai anak kecil, tetapi belum juga dianggap sebagai orang dewasa, disatu sisi ia ingin bebas dan mandiri, lepas dari pengaruh orang tua, di sisi lain pada dasarnya ia tetap membutuhkan bantuan dukungan orang tuanya. Orang tua tidak mengetahui atau memahami perubahan yang terjadi sehingga tidak menyadari bahwa anak mereka telah tumbuh menjadi seorang remaja. Orang tua menjadi bingung menghadapi labilitas emosi dan perilaku remaja, sehingga tidak jarang terjadi konflik diantara keduanya.
Kondisi yang merupaka stresor bagi remaja antara lain timbul berbagai keluhan fisik yang tidak jelas penyebabnya, maupun berbagai permasalahan yang berdampak social. Beberapa jenis gangguan jiwa yang banyak terjadi pada remaja antara lain :
1.      Perilaku kekerasan antar pelajar (tawuran)
2.      Menyalah gunakan NAPZA
3.      Perilaku seksual – kehamilan
4.      Bunuh diri
5.      Gangguan depresi
6.      Gangguan psikotik
7.      Gangguan cemas (ansietas)
8.      Masalah diit makanan / malnutrisi
9.      Gangguan obsesi – kompilsif
Kondisi seperti ini, bila tidak segera diatasi dapat berlanjut sampai dewasa dan dapat berkembang kearah yang lebih negatif. Maka dari itu, kami disini ingin membahas salah satu gangguan jiwa pada remaja yaitu ”Gangguan Obsesif – Kompulsif”.
B.     Perumusan Masalah
Dalam penyusunan makalah ini, kami merumuskan masalah pada asuhan keperawatan jiwa .

C.     Tujuan Penyusunan
Tujuan umum : Meningkatkan pengetahuan mahasiswa tentang kesehatan jiwa remaja sehingga dapat menciptakan lingkuangan yang kondusif untuk perkembangan anak.
Tujuan khusus :
1.      Memberikan pembekalan kepada tenaga kesehatan untuk dapat menyampaikan informasi kepada masyarakat mengenai kesehatan jiwa remaja.
2.      Meningkatkan peran serta mahasiswa dalam menangani remaja bermasalah dan upaya pencegahannya.
3.      Meningkatkan pelayanan kesehatan jiwa remaja.

D.    Manfaat Penyusunan
Untuk mengetahui proses asuhan keperawatan jiwa terutama gangguan jiwa pada anak dan remaja.

E.     Metode Penyusunan

Dalam penyusunan studi kasus ini, penulis menggambarkan metode deskriptif (mula-mula data/fakta dikumpulkan, dianalisa, kemudian disimpulkan).

Adapun teknik pengumpulan datanya dengan Studi kepustakaan, yaitu mempelajari dan menganalisa bahan bacaan dari berbagai referensi sesuai dengan masalah yang dibahas.



Bab ii
Tinjauan teoritis
A.    Selayang Pandang Gangguan Jiwa Pada Anak Dan Remaja
Berdasarkan pertumbuhan dan perkembangan, remaja adalah usia yang rentan, konsep diri nya belum matang, masih terlalu mudah meniru perilaku dari idolanya, kemampuan analisisnya masih rendah, kemampuan kontrol emosi juga masih rendah. Apakah tidak ada aspek positif dari remaja? tentu saja banyak diantaranya :
a.       Spontanitas
Mereka secara spontan melakukan suatu kegiatan tanpa pertimbangan rasional dan analisa berpikir, ketika salah seorang teman mereka merokok dan terlihat "Gentleman" di mata mereka maka secara mencuri - curi mereka akhirnya merokok. Petualang, mereka senang sekali bereksplorasi dengan berbagai situasi dan keadaan, ketika sedang hangatnya friendster mereka makai friendster, ketika lagi demam facebook maka mereka ikut membuat account facebook.
b.      Kebebasan
Mereka menuntut kebebasan dari orangtuanya untuk melakukan apa yang ingin mereka lakukan, jika kebebasan ini terfasilitasi maka mereka akan menjadi generasi kreatif yang mampu mengharumkan nama bangsa.
Tetapi tentu saja mereka memiliki beberapa kelemahan :
a.       Tawuran, ketika melihat film Only The Strong maka mereka berkeinginan menjadi jagoan, kemudian mereka mengumpulkan teman - teman mereka dan akhirnya menyerang kelompok remaja lain untuk menunjukkan eksistensinya.
b.      Sex Bebas, kurangnya kontrol orang tua dan terlalu mudahnya akses ke situs - situs porno membuat mereka memiliki keinginan untuk mencoba, percobaan pertama menjadi pengalaman menyenangkan akhirnya kecanduan menjadi sebuah pengalaman yang berulang.
c.       Penyalahgunaan obat, masa remaja adalah masa transisi, mereka membutuhkan sebuah pembentukan identitas sehingga ketika ada masalah yang menekan psikologis mereka, kemudian mereka tidak menemukan seseorang yang mau membantu mereduksi tekanan psikologis mereka akhirnya mereka melarikan diri ke obat - obatan terlarang, minuman keras bahkan narkotika.
d.      Terlibat kegiatan kriminal ringan, karena mereka masih labil masih mudah dibujuk maka bujukan untuk melakukan sebuah perbuatan kriminal bisa menjadi ajang pembuktian siapa mereka, akibatnya mereka harus berurusan dengan aparat akibat kesalahan mereka tersebut.
Masih banyak hal lain yang terjadi pada remaja, salah satu hal menyakitkan yang menimpa remaja adalah gangguan jiwa, mengapa remaja bisa terkena gangguan jiwa dan apa penyebabnya?
a.       Sibling rivalry, persaingan dengan sudara kandung, "seorang anak yang dibandingkan dengan sauadara kandungnya secara terus menerus dan dalam jangka waktu lama maka dia bisa mengalami gangguan konsep diri harga diri rendah"
b.      Loneliness, kesepian atau kesendirian adalah sebuah situasi dimana anak tidak memiliki teman, jarang bermain dengan teman sebaya karena berbagai alasan, diharuskan mengasuh adik, diminta bekerja oleh orang tua, dipekerjakan oleh orang lain dll, resiko yang mungkin muncul adalah halusinasi
c.       Salah pergaulan, jika anak salah berkumpul dengan grup yang salah maka mereka bisa melakukan perilaku kekerasan secara kelompok.
d.      Karena status orang tua, seorang anak yang memiliki seorang bapak yang ditetapkan menjadi tersangka kasus korupsi kemudian ditahan maka anak tersebut akan berusaha menghindar dari sosial atau melakukan isolasi social
Banyak kejadian yang bisa terjadi pada remaja, peran kita sangat dibutuhkan untuk mencegah hal - hal negatif terjadi pada remaja - remaja yang kita kenal, remaja - remaja yang kelak akan meneruskan tongkat estafet pembangunan, berikan contoh positif kepada mereka lewat tayangan sinetron yang mendidik, tayangan televisi yang mendidik, film - film yang mendidik. Karena semakin gencar bentuk - bentuk penyimpangan memasuki alam bawah sadar maka ledakan emosi dan gangguan jiwa hanya menunggu waktu.
Gangguan jiwa pada anak-anak merupakan hal yang banyak terjadi, yang umumnya tidak terdiagnosis dan pengobatannya kurang adekuat. Masalah kesehatan jiwa terjadi pada 15% sampai 22% anak-anak dan remaja, namun yang mendapatkan pengobatan jumlahnya kurang dari 20% ( keys, 1998 ). Gangguan hiperaktivitas-defisit perhatian (ADHD / Attention Deficit-Hyperactivety) adalah gangguan kesehatan jiwa yang paling banyak terjadi pada anak-anak, dimana indensinya diperkirakan antara 6% sampai 9%.
Diagnosis gangguan jiwa pada anak-anak dan remaja adalah perilaku yang tidak sesuai dengan tingkat usianya, menyimpang bila dibandingkan dengan norma budaya, yang mengakibatkan kurangnya atau terganggunya fungsi adaptasi (Townsend, 1999). Dasar untuk memahami gangguan yang terjadi pada bayi, anak-anak, dan remaja adalah sdengan menggunakan teoi perkembangan. Penyimpangan dari norma-norma perkembangan merupakan tanda bahaya penting adanya suatu masalah.
Gangguan spesifik dengan awitan pada masa kanak-kanak meliputi redartasi mental, gangguan perkembangan, gangguan eliinasi, gangguan perilaku disruptif, dan gangguan ansietas. Gangguan yang terjadi pada anak-anak dan juga terjadi pada masa dewasa adalah gangguan mood dan gangguan psikotik. Gejala-gejala gangguan jiwa pada anak-anak atau remaja berbeda dengan orang dewasa yang mengalami gangguan serupa.
Jenis Gangguan Jiwa Anak-anak
1.      Gangguan perkembangan pervasif. Ditandai dengan masalah awal pada tiga area perkembangan utama : perilaku, interaksi sosial, dan komunikasi.
a.       Retardasi mental
Muncul sebelum usia 18 tahun dan dicirikan dengan keterbatasan sustandar dalam berfungsi, yang dimanifestasikan dengan fungsi intelektual secarasignifikan berada dibawah rata-rata (mis., IQ dibawah 70) dan keterbatasan terkait dalam dua bidang ketrampilan adaptasi atau lebih (mis., komunikasi, perawatan diri, aktivitas hidup sehari-hari, ketrampilan sosial, fungsi dalam masyarakat, pengarahan diri, kesehatan dan keselamatan, fungsi akademis, dan bekerja.
b.      Autisme
Dicirikan dengan gangguan yang nyata dalam interaksi sosial dan komunikasi, serta aktivitas dan minat yang terbatas (Johnson, 1997). Gejala-gejalanya meliputi kurangnya responsivitas terhadap orang lain, menarik diri dan berhubungan sosial, kerusakan yang menonjol dalam komunikasi, dan respon yang aneh terhadap lingkungan (mis., tergantung pada benda mati dangerakan tubuh yang berulang-ulang seperti mengepakkan tangan, bergoyang-goyang, dan memukul-mukul kepala).
c.       Ganguan perkembangan spesifik
Dicirikan dengan keterlambatan perkembanga yang mengarah pada kerusakan fungsional pada bidang-bidang, seperti membaca, aritmatika, bahasa, dan artikulasi verbal.
2.      Defisit perhatian dan gangguan perilaku disrutif
a.       Attention Deficit-Hyperactivity Disorder (ADHD)
Dicirikan dengantingkat gangguan perhatian, impulsivitas, dan hiperaktivitas yang tidak sesuai dengan tahap perkembangan. Menurut DSM IV, ADHD pasti terjadi di sekitanya dua tempat (mis., disekolah dan di rumah) dan terjadi sebelum usia 7 tahun (DSM IV, 1994).
b.      Gangguan perilaku
Dicirikan dengan perilaku berulang, disuptif, dan kesengajaan untuk tidak patuh, termasuk melanggar norma dan peraturan social. Sebagian besaranak-anak dengan gangguan ini mengalami penyalahgunaan zat atau gangguan kepribadian antisocial setelah berusia 18 tahun. Contoh perilaku pada anak-anak dengan gangguan ini meliputi mencuri, berbohong, menggertak, melarikan diri, membolos, menyalahgunakan zat, melakukan pembakaan, bentuk vandalisme yang lain, jahat terhadap binatang, dan seranga fisik terhadap orang lain.
c.       Gangguan penyimpangan oposisi
Gangguan ini merupakan bentuk gangguan perilaku yang lebih ringan, meliputi perilaku yangkurang ekstrim. Perilaku dalam gangguan ini tidak melanggar hak-hak orang lain sampai tingkat yang terlihat dalam gangguan perilaku. Perilaku dalam gangguan ini menujukkan sikap menentang, seperti berargumentasi, kasar, marah, toleransi yang rendah erhadap frustasi, dan menggunakan minuman keras, zat terlarang, atau keduanya.
3.      Gangguan ansietas sering terjadi pada masa kanak-kanak atau remaja dan berlanjut ke masa dewasa
a.       Gangguan obsesif kompulsif, gangguan ansietas umum, dan fobia banyak terjadi pada anak-anak dan remaja, dengan gejala yang sama dengan yang terlihat pada orang dewasa.
b.      Gangguan ansietas akibat perpisahan adalah gangguan masa kanak-kanak yang ditandai dengan rasa takut berpisah dari orang yangpaling dekat dengannya. Gejala-gejalanya meliputi menolak pergi ke sekolah, keluhan somatic, ansietas berat terjadap perpisahan dan khawatir tentang adanya bahaya pada orang-orang yang mengasuhnya.
4.      Skizofrenia
a.       Skizofrenia anak-anak jarang terjadi dan sulit didiagnosis. Gejala-gejalanya dapat meneyrupaigangguan pervasive, seperti autisme. walaupun penelitian tentang skizofrenia anak-anak sangat sedikit, namun telah dijumpai perilaku yang khas (Antai-Otong, 1995b), seperti beberapa gangguan kognitif dan perilaku, menarik diri secara social, komunikasi.
b.      Skizofrenia pada remaja merupakan hal yang umum dan insidensinya selama masa remaja akhir sangat tinggi. Gejala-gejalanya mirip dengan skizofrenia dewasa. Gejala awalnya meliputi perubahan ekstrim dalamperilaku sehari-hari, isolasi social, sikap yang aneh, penurunan nilai-nilai akademik, dan mengekspresikan perilaku yang tidak disadarinya.
5.      Gangguan mood
a.       Gangguan ini jarang terjadi pada masa anak-anak dan remaja dibanding pada orang dewasa (Kelter, 1999). Prevalensi pada anak-anak dan remaja berkisar antara 1% sampai 5% untuk gangguan depresi. Eksistensi gangguan biolar (jenis manik) pada anak-anak masih controversial. Prevalensi penyakit bipolar pada remaja diperkirakan 1%. Gejala depresi pada anak-anak sama dengan yang diobservasi pada orang dewasa.
b.      Bunuh diri. Adanya gangguan mood merupakan faktor yang serius untuk bunuh diri. Bunuh diri adalah penyebab kematian utama ketiga padaindividu berusia 15 sampai 24 tahun. Tanda-tanda bahaya bunuh diri pada remaja meliputi menarik diri secara tiba-tiba, berperilaku keras atau sangat memberontak, menyalahgunakan obat atau alkohol, secara tidak biasanya mengabaikan penampilan diri, kualitas tugas-tugas sekolah menurun, membolos, keletian berlebihan dan keluhan somatic, respon yang buruk terhadap pujian, ancaan bunuh diri yang terang-terangan secara verbal, dan membuang benda-benda yang didapat sebagai hadiah ( Newman, 1999)
6.      Gangguan penyalahgunaan zat
a.       Gangguan ini banyak terjadi ; diperkirakan 32% remaja menderita gangguan penyalahgunaan zat (Johnson, 1997). Angka penggunaan alkohol atau zat terlarang lebih tinggi pada anak laki-laki disbanding perempuan. Risiko terbesar mengalami gangguan ini terjadi pada mereka yang berusia antara 15 sampai 24 tahun. Pada remaja, perubahan penggunaan zat dapat berkembang menjadi ketegantungan zat dalam waktu2 tahun sedangkan pada orang dewasa membutuhkan waktu antara 15 sampai 20 tahun.
b.      Komorbiditas dengan gangguan psikiatrik lainya merupakan hal yang banyak terjadi, termasuk gangguan mood, gangguan ansietas, dan gangguan perilaku disruptif.
c.       Tanda-bahaya penyalahgunaan zat pada remaja, diantaranya adalah penurunan fungsi sosial dan akademik, perubahan dari fungsi sebelumnya, seperti perilaku menjadi agresif atau menarik diri dari interaksi keluarga, perubahan kepribadian dan toleransi yang rendah terhadap frustasi, berhubungan dengan remaja lain yang juga menggunakan zat, menyembunyikan atau berbohong tentang penggunaan zat.


BAB III
PEMBAHASAN
A.    Konsep Dasar Gangguan Jiwa Obsesif-Kompulsif
1.      Definisi Obsesif – Kompulsi
-          Obsesif adalah pikiran, perasaan, ide, atau sensasi yang menggangu (intrusif).
(Sinopsis Psikiatri : Kaplan dan Sadock, Edisi Ketujuh Jilid Dua : 40)
-          Obsesif adalah isi pikiran yang kukuh (”Persistent”) timbul, biarpun tidak diketahuinya bahwa hal itu tidak wajar atau tidak mungkin.
(Catatan ilmu kedokteran Jiwa : W.F Maramis : 116)
-          Kompulsi adalah pikiran atau yang disadari, dilakukan dan rekuren, seperti menghitung, memeriksa, mencari, dan menghindari.
(Sinopsis Psikiatri : Kaplan dan Sadock, Edisi Ketujuh Jilid Dua : 40 - 41)
-          Obsesif meningkatkan kecemasan seseorang, sedangkan melakukan kolpulsi menurunkan kecemasan melakukan suatu kompulsi, kecemasan adalah meningkat. Seseorang dengan gangguan Obsesif-Kompulsi biasanya menyadari irasionalitas dari obsesi dan merasakan bahwa obsesi dan kompulsi sebagai ego-distorik.
-          Gangguan obsesif-kompulsi merupakan gangguan yang menyebabkan ketidakberdayaa, karena obsesif dapat menghabiskan waktu dan dapat mengganggu secara bermakna pada rutinitas normal seseorang, fungsi pekerjaan, aktivitas social yang biasanya, atau ubungan dengan teman dan anggota keluarga.
2.      Etiologi
Faktor predisposisi dan faktor presipitasi, Faktor predisposisi yang mungkin mengakibatkan timbulnya gangguan proses pikir obsesif dan kompulsif adalah :
a.       Faktor Biologis
-          Neurotransmiter
Suatu disregulasi serotinin adalah terlibat dalam pembentukan gejaa osesif dan kompulsif dari gangguan. Data menunjukkan bahwa obat serotonergik adalah lebih efektif dibandingkan obat yang mempegaruhi neurotransmitter lain.
-          Penelitian pencitraan otak
Dengan menggunakan PET (Positron Emession Thomography) ditemukan peningkatan aktivitas (sebagai contohnya : metabolisme dan aliran darah) dilobus frontalis, ganglia basalis (khususnya kaudata), dan singulum pada pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif.
-          Genitika
Pada penelitian kesesuaian pada anak kembar untuk gangguan obsesif-kompulsif telah secara konsisten menemukan adanya angka kesesuaian yang lebih tinggi secara bermakna pada kembar monozigotik dibandingkan kembar dizigotik.
b.      Faktor Perilaku
Menurut ahli teori belajar, obsesif adalah stimulasi yang dibiasalan. Stimulasi yang relatif netral menjadi disertai dengan responden dengan memasangkannya dengan peristiwa yang secara alami adalah berbahaya atau menghasilkan kecemasan. Jadi objek pikiran yang sebelumnya netral menjadi stimuli yang terbiasakan yang mampu menimbulkan kecemasan atau gangguan. Kompulsi dicapai dalam cara yang berbeda, seseorang menemukan bahwa tindakan tertentu menurunkan kecemasan yang berkaitan dengan pikiran obsesional.
c.       Faktor Psikososial
d.      Faktor Kepribadian
Gangguan obsesif-kompulsif adalah berbeda dari gangguan kepribadian obsesif-kompulsif tidak memiliki gejala kompulsif pramorbid ; dengan demikian, sejak kepribadian tersebut tidak diperlukan atau tidak cukup untuk perkembangan ganguan obsesif-kompulsif.
3.      Manifestasi klinik / Perilaku
Obsesif dan kompulsif memiliki siri tertentu, secara umum diantaranya :
a.       Suatu gangguan atau impuls yang memaksa dirinya secara bertubi-tubi dan terus menerus ke dalam kesadaran seseorang.
b.      Suatu perasaan ketakutan yang mencemaskan, yang menyebabkan orang melakukan tindakan kebalikan melawan gagasan atau impuls awal.
c.       Obsesif dan kompulsif adalah asing bagi ego (ego-alien) ; yaitu ia dialami sebagai makhlu asing bagi pengalaman seseorang tenang dirinya seagai makhluk psikologis.
d.      Tidak peduli bagaimana jelas dan memaksanya obsesif atau kompulsi tersebut, orang biasanya menyadarinya sebagai mustahil dan tidak masuk akal.
e.       Orang yang menderita akibat obsesif dan kompulsi biasanya merasakan suatu dorongan yang kuat untuk menahannya, tetapi kira-kira separuh dari semua pasien memiliki pertahanan yang kecil terhadap kompulsi. Kira-kira 80% dari semua pasien percaya bahwa kompulsi adalah irasional.
f.       Gambaran obsesif dan kompulsi adalah heterogen pada orang dewasa, demikian juga pada anak-anak remaja.
4.      Psikodinamik
Individu yang mengalami OCD diduga menggunakan empt tipe mekanisme pertahanan : regresi, isolasi, formasi reaksi, dan undoing. Individu penderita OCD diyakini mengalami regresi dan menjadi terfiksasi pada tahap anal menurut freud.
Mereka yang mengalami tipe kompulsi rapid an teratur dikatakan berada pada tahap anal – retentive ; tipe berantakan atau agresif dikatakan berada pada tahap anal – eksplosif. Misalnya, klien yang tidak ingin merawat orangtuanya yang sakit, tetapi menyadari bahwa hal tersebut tidak dapat diterima secara social, mengalami regresi ketingkat perkembangan sebelumnya (anal – retentive) dan melakukan ritual yang memberikan rasa nyaman, misalnya mencuci atau mengupayakan segala sesuatu menjadi teratur ; mengisolasi peristiwa tersebut dari emosi dan tidak nyaman dengan emosi (ansietas); menggunakan formasi reaksi untuk menyingkirkan pikiran tidak mau merawat orang tuanya; dan menjadi seorang “ anak – super “’, erawat orangtuanya dengan baik dan menjaga kebersihan lingkungan sehingga menggagalkan (undoing) impuls awal yang tidak dapat diterima untuk mengabaikan kebutuhan orangtuanya.
Persamaan menarik yang mengaitkan OCD dengan regresi ialah observasi bahwa jika ritual OCD individu terganggu, ia harus memulai lagi dari awal. Hal ini serupa dengan orangtua yang ingin mendapatkan pokok cerita kemudian memotong cerita anaknya yang berusia empat tahun hanya untuk menemukan bahwa anak tersebut harus memulai kembali cerita tersebut dari awal. Pada akirnya cerita tersebut memakan waktu dua kali lebih lama.
5.      Mekanisme Koping
Sigmun freud menjelaskan tiga mekanisme pertahanan psikologis utama yang menentukan bentuk dankualitas gejala dan sifat karakter obsesif-kompulsif :
a.       Isolasi
Adalah mekanisme pertahanan yang melindungi seseorang dari aspek danimpuls yang mencetuskan kecemasan.
b.      Meruntuhkan (UNDOING)
Adalah suatu tindakan kompulsif yang dilakukan dalam usaha untuk mencegah atau menentukan akibat yang secara irasional akan dialami pasien akibat pikiran atau impuls obsesional yang menakutkan.
c.       Pembentukan Reaksi (Raction Fomation)
Pembentukan rekasi melibatkan pola perilaku yang bermanifestasi dan sikap yang secara sadar dialami yang jelas berlawanan dengan impuls dasar. Seringkali pola yang terlihat oleh pangamat adalah sangat dilebih-lebihkan dan tidak sesuai.
d.      Pikiran Magis
Adalah regresi yang mengungkapkan cara pikiran awal, ketimbang impulas ; yaitu fungsi ego dan juga fungsi id, dipengaruhi oleh regresi yangmelekat padapikiran magis adalah pikiran kemahakuasaan.
e.       Faktor prepitasi kebanyakan mengarah kepada kejadian ataupun peristiwa yang menyebabkan stress karena tidak efektifnya koping individu terhadap stress tersebut.
6.      Penatalaksanaan
SSRI adalah obat – obatan terkini yang disetujui untk mengobati OCD. Fluvoksamin (Luvox), paroksetin (paxil), sertralin (Zoloft), dan fluoksetin (Prozac) disetujui untuk mengobati OCD. SSRI tidak bisa diberikan bersamaan dngan MAOI karena dapat enyebabkan krisis hipertensi. Pemberian MAIO harus dihentikan tiga sampai lima minggu sebelum memulai pemberian SSRI untuk menghindari krisis hipertensi. Keberhasilan terapi OCD dengan menggunakan SSRI memperlihatkan bahwa serotonin berperan dalam proses penyakit ini.
Antidepresan.
Obat pertama yang ditemukan untuk mengurangi perilaku OCD berulang dan tidak dapat dikendalikan ialah klomipramin ATS (Anafranil). Obat ini diyakini menghambat reuptake erotonin edan norepineprin di sinaps. ATS kemungkinan efektif dalam mengobati OCD karena menyekat reuptake norepineprin dan serotonin. Obat – obatan ini tidak adiktif dan terapi jangka panjang direkomendasikan. Pemberian MAOI harus dihentikan tiga sampai lima minggu sebelum memulai pemberian ATS untuk menghindari krisis hipertensi. Ada periode keterlambatan atau sampai tiga minggu sebelum gejala mulai berkurang. Ansiolitik. Buspiron ansiolitik (BuSpar) dan klonazepam (Klonopin) adalah satu – satunya obat yang efektif dalam mengatasi OCD.
7.      Perjalanan Penyakit dan Prognosisnya
Lebih dari setengah pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif memiliki onset gejala yang tiba-tiba. Kira-kira 50%-70% pasien memiliki onset gejala setelah suatu peristiwa yang menyebabkan stress. karena banyak pasien tetap marahasiakan gejalanya, maka sering kali terlambat 5 sampai 10 tahun sebelum pasien dating ntuk perhatian psiaktrik, walaupun keterlambatan tersebut keungkinan dipersingkat dengan meningkatkan kesadaran atau gangguan tersebut diantara orang awam dan professional. Perjalan penyakit biasanya lama tetapi bervariasi ; bebrapa pasien mengalami perjalan penyakit yang berfluktuasi, dan pasien lain mengalami perjalan penyakit yang konstan.
Kira-kira 20% - 30% pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif memiliki gangguan defresi berat dan bunuh dii adalah resiko bagi semua pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif. Suatu prognosis yang buruk dinyatakan oleh mengolah (bukannya menahan) pada kompulsi, onset pada masa anak-anak, kompulsi yang aneh (bizarre) perlu perawatan di rumah sakit, gangguan defresi berat yang menyertai, kepercayaan waham, adanya gagasan yang terlalu dipegang (overvalued) yaitu penerimaan obsesi dankompulsi dan adanya gangguan kepribadian (terutama gangguan kepribadian skizotipal). Prognosis yang baik ditandai oleh penyesuaian social dan pekerjaan yang baik, adanya peristiwa pencetus, dan suatu sifat gejala yang episodik. isi obsesional tampaknya tidak berhubungan dengan prognosis.

B.     Asuhan Keperawatan
1.      Pengkajian
OCD biasanya diobati di komunitas. Perawat harus meluangkan waktu yang adekuat, mungkin dengan beberapa kali kunjungan, untuk mengidentifikasi rentang perilaku OCD. Untuk pengkajian yang akurat, perawat perlu memperoleh informasi yang spesifik tentang perilaku OCD untuk menetapkan suatu pola perilaku, termasuk perilaku atau ritual yang dilakukan, kapan dan berapa kali dilakukan, dan respons klien terhadap perilaku mengurangi kecemasan ini.
Pengkajian keperawatan harus mencakup hal-hal berikut :
-          Deskripsi perilaku
-          Kapan perilaku paling sering terjadi
-          Peristiwa / perilaku spesifik individu lain yang meningkatkan dan mengurangi perilaku.
-          Berapa kali dalam sehari kompulsi terlihat
-          Jumlah waktu yang diperlukan untuk melakukan setiap pengulangan ritual. Informasi ini dapat digunakan untuk mengkaji berapa lama waktu yang diluangkan dari aktivitas hidup sehari-hari dan nantinya akan membantu untuk menetapkan batasan waktu pelaksanaan ritual.
-          Jumlah pengulangan pada setiap set perilaku.
-          Bagaimana klien berespons ketika melakukan perilaku mengurangi kecemasan ini.
-          Tindakan klien ketika sesuatu atau seseorang menggunakan pelaksanaan ritual.

2.      Masalah Keperawatan dan Diagnosa Keperawatan
-          Masalah Keperawatan
a.       Tidak efektifnya koping individu
b.      Gangguan konsep diri : HDR
c.       Isolasi social : menarik diri
d.      Tidak efektifnya penatalaksanaan program terapeutik
e.       Tidak efektifnya koping keluarga, ketidakmampuan keluarga merawat klien di rumah
f.       Kerusakan komunikasi verbal
g.      Proses pikir waham

-          Diagnosa Keperawatan
a.       Isolasi social menarik diri berhubungan dengan tidak efektifnya koping individu
b.      Tidak efektifnya koping individu berhubungan dengan harga diri rendah
c.       Tidak efektifnya penatalaksanaan program terapeutik berhubungan dengan ketidakmampuan keluaga merawat klien di rumah
d.      Kerusakan komunikasi vebal berhubungan dengan waham
3.      Intervensi
-          Intervensi keperawatan untuk klien yang mengalami OCD
a.       Kembangkan hubungan terapeutik
b.      Tawarkan dorongan, dukungan, dan bantuan
c.       Jelaskan kepada klien bahwa anda percaya ia dapat berubah
d.      Kurangi waktu klien secara bertahap untuk melakukan perilaku ritual
e.       Diskusikan fungsi ritual dalam kehidupan klien, tanpa penilaian.
f.       Klien menggunakan teknik perilaku imajinasi, relaksasi progresif,menghentikan pikiran, dan meditasi untuk mengurangi ansietas
g.      Klien meminum obat-obatan yang diprogramkan dengan aman
h.      Klien mengatakan keinginannya untuk tetap meneruskan terapi
i.        Klien melakukan kembali aktivitas social, keluarga dan pekerjaan
j.        Keluarga memperlihatkan penurunan partisipasi dalam secondary gain klien yang terkait dengan perilaku OCD dan meningkatkan perhatian selama aktivitas non-OCD.
4.      Evaluasi
a.       Klien mengungkapkan perasaannya
b.      Klien mau dibantu oleh orang lain
c.       Klien memahami bahwa dirinya bias berubah
d.      Klien mengikuti
e.       Klien mengetahui dan memahami
f.       Klien mengikuti anjuran perawat
g.      Klien mengikuti anjuran perawat
h.      Klien mengerti apa yang terjadi dengan dirinya
i.        Klien melakukan aktivitas sesuai biasanya
j.        Klien mengerti





Bab iv
Penutup
A.    Kesimpulan
Gangguan obsesif-kompulsif merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan adanya pengulangan pikiran obsesif atau kompulsif, dimana membutuhkan banyak waktu (lebih dari satu jam perhari) dan dapat menyebabkan penderitaan (distress). Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala-gejala obsesif atau tindakan komplusif, atau kedua-duanya, harus ada hampir setiap hari selama sedikitnya 2 minggu berturut-turut.
Ada beberapa terapi yang bisa dilakukan untuk penatalaksanaan gangguan obsesif-kompulsif antara lain terapi farmakologi (farmakoterapi) dan terapi tingkah laku. Prognosis pasien dinyatakan beik apabila kehidupan sosial dan pekerjaan baik, adanya stressor dan gejala yang bersifat periodik.

B.     Saran
Diharapkan mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan jiwa sebagai bekal ketika praktek belajar lapangan jiwa (PBL Jiwa) di rumah sakit jiwa, dan mampu melakukannya secara komperhensif dan sesuai teori.










Daftar pustaka

Videbeck, Sheila L.2oo1. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC

Isaac, Ann.2004. Panduan Belajar ; Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatrik . Jakarta : EGC

Keliat, Budi Aaan, dkk. 1990. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC

Doenges, MerilynnE, dkk.2007. Rencana Asuhan Keperawatan Psikiatri edisi 3. EGC

Yosep,Iyus.2007. Keperawatan Jiwa Ed.Revisi .Bandung:Refika Aditama.

Hamid, Achir yani S. 1999. Askep Kesehatan Jiwa pada Anak dan Remaja. Jakarta : Widya Medika.

www.google(teori keperawatan jiwa).com





Tidak ada komentar:

Posting Komentar